13  Sejarah Analisis Teknikal

Sejarah Teknikal Analysis Concept

Author

Andi Hermanto

13.1 Sejarahnya

Saya telah membaca buku Ong (2016) yang saya beli di gramedia, ulasannya cukup baik mengenai sejarah TA. Technical analysis mungkin pertama kali digunakan untuk perdagangan agrikultur di Eropa pada awal abad ke-16. Kemudian sekitar tahun 1700- an di Asia (tepatnya di Jepang), tercipta teknik baru dalam technical analysis, yaitu dengan menggunakan Candle Charts untuk menganalisis perdagangan beras di zaman tersebut. Sedangkan di Amerika, baru pada akhir abad ke-18 atau tepatnya tahun 1882, Charles Dow dan rekannya Edward Jones serta Charles Bergstresser mendirikan Dow Jones & Co. Dow lalu menuangkan ide-idenya yang diakui dan dihargai sebagai landasan bagi technical analysis modern sekarang ini dengan menulis seri editorial dalam surat kabar harian terbesar di dunia saat itu, yang juga dimiliki oleh Dow Jones &, Co, yaitu The Wall Street Journal.

Dunia akhimya mengenal teori tersebut dengan nama Dow Theory. Charles Dow sendiri tidak pernah secara resmi meluncurkan buku hasil karya penulisannya tersebut selain di editorial surat kabarnya.

Pada Juli tahun 1884, Dow mempublikasikan Stock Market Average (Index) yang pertama di dunia dengan komposisi dari harga penutupan sebelas saham, yang terdiri dari sembilan perusahaan kereta api dan dua perusahaan manufaktur. Stock market average ini kemudian digunakan sebagai barometer untuk mengukur performa pasar saham Amerika secara keseluruhan. Jadi, apabila nilai indeks turun, maka dapat dikatakan secara rata-rata atau mayoritas keseluruhan saham di US market juga sedang mengalami penurunan dan berlaku pula sebaliknya.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks saham tertua dan paling terkenal di dunia. Berikut sejarah dan perkembangannya secara ringkas:


13.1.1 Awal Mula

  • Diciptakan oleh: Charles Dow dan Edward Jones, pendiri Dow Jones & Company.
  • Tanggal dibuat: 26 Mei 1896.
  • Tujuan: Memberikan gambaran umum tentang kondisi pasar saham di Amerika Serikat dengan memantau kinerja beberapa perusahaan besar.
  • Perusahaan awal: DJIA awalnya terdiri dari 12 perusahaan industri besar seperti kereta api, gula, dan tekstil.

13.1.2 Perkembangan DJIA

  • 1928: Jumlah perusahaan ditingkatkan menjadi 30 perusahaan, jumlah yang tetap sampai sekarang.
  • Sifat indeks: DJIA adalah indeks price-weighted, artinya saham dengan harga lebih tinggi memiliki pengaruh lebih besar terhadap pergerakan indeks, berbeda dengan indeks market-cap weighted seperti S&P 500.
  • Perubahan perusahaan: Seiring waktu, perusahaan dalam DJIA berubah mengikuti perkembangan ekonomi. Banyak perusahaan industri lama diganti dengan perusahaan modern di bidang teknologi, finansial, dan layanan.

13.1.3 Peristiwa Penting

  • 1929 – Depresi Besar: DJIA mengalami kejatuhan drastis dari sekitar 381 poin pada September 1929 menjadi sekitar 41 poin pada Juli 1932.
  • Pasca Perang Dunia II: Ekonomi Amerika mulai pulih, DJIA meningkat secara bertahap.
  • Era Dot-com (1990-an): Indeks mencapai rekor tinggi sebelum krisis internet.
  • 2008 – Krisis Keuangan Global: DJIA turun drastis tetapi pulih dalam beberapa tahun berikutnya.
  • Pandemi COVID-19 (2020): DJIA mengalami volatilitas besar, tetapi pulih dengan cepat karena stimulus ekonomi dan pemulihan pasar.

13.1.4 Karakteristik DJIA

  • Terdiri dari 30 perusahaan besar Amerika Serikat (blue-chip stocks).
  • Mewakili sektor industri utama, meski sekarang juga termasuk teknologi dan layanan.
  • Digunakan sebagai indikator kesehatan ekonomi AS dan sentimen pasar global.

Di Indonesia sendiri, stock market average mulai diperkenalkan pada tahun 1983, yang dikenal dengan nama IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). Saat ini di Bursa Efek Indonesia juga terdapat Indeks LQ45, Indeks Sektoral, Jakarta Islamic Index (JII) dan Kompas 100 Index, yang semuanya merupakan bagian dari IHSG.

Menurut Teori Dow yang dicetuskan oleh Charles Dow, pergerakan harga di pasar tidaklah acak, melainkan bergerak dalam sebuah tren. Memahami tren ini adalah kunci untuk mengambil keputusan investasi. Terdapat tiga jenis tren utama yang bisa diidentifikasi:

  • Uptrend (Tren Naik): Terjadi ketika harga secara konsisten membentuk puncak yang lebih tinggi (higher high) dan lembah yang lebih tinggi (higher low). Ini menandakan dominasi pembeli.
  • Downtrend (Tren Turun): Terjadi ketika harga secara konsisten membentuk puncak yang lebih rendah (lower high) dan lembah yang lebih rendah (lower low). Ini menandakan dominasi penjual.
  • Sideways (Tren Datar): Terjadi ketika harga bergerak dalam rentang (range) yang relatif sempit tanpa membentuk puncak atau lembah yang jelas lebih tinggi atau lebih rendah. Kondisi ini sering juga disebut trendless atau konsolidasi.

13.1.5 Tiga Skala Waktu Tren

Teori Dow selanjutnya membagi setiap tren (naik, turun, atau datar) ke dalam tiga skala waktu atau tingkatan yang berbeda. Analogi yang paling populer untuk memahaminya adalah seperti gelombang di lautan:

  1. Major Trend (Tren Utama): Ini adalah tren jangka panjang yang menjadi arah utama pasar. Anggaplah ini sebagai arus pasang surut air laut. Tren ini biasanya berlangsung selama lebih dari satu tahun. Bagi investor jangka panjang, ini adalah tren yang paling penting untuk diperhatikan.

  2. Secondary Trend (Tren Sekunder): Ini adalah gerakan korektif yang berlawanan dengan Major Trend. Anggaplah ini sebagai ombak di lautan yang bergerak menuju pantai, meskipun arus utamanya mungkin sedang surut. Tren ini berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Contohnya, dalam sebuah uptrend besar, akan ada periode penurunan harga sementara—itulah secondary trend.

  3. Minor Trend (Tren Minor): Ini adalah fluktuasi harga harian atau jangka pendek. Anggaplah ini sebagai riak-riak kecil di atas ombak. Tren ini biasanya berlangsung kurang dari tiga minggu dan sering dianggap sebagai “noise” atau pergerakan acak jangka pendek yang tidak terlalu signifikan bagi gambaran besar.


13.1.6 Tiga Fase dalam Tren Utama (Major Trend)

Charles Dow menyatakan bahwa setiap Major Trend, terutama di pasar saham, terdiri dari tiga fase psikologis yang berbeda. Memahami fase ini membantu investor mengenali di mana posisi pasar saat ini.

13.1.6.1 Fase Akumulasi (Accumulation Phase)

Ini adalah fase awal dari sebuah tren naik (uptrend).

  • Kondisi: Terjadi setelah pasar mengalami penurunan panjang (downtrend). Semua berita buruk telah keluar dan sentimen publik masih sangat negatif.
  • Pelaku Pasar: Investor yang paling cerdas dan terinformasi (smart money), seperti institusi besar, mulai membeli aset secara diam-diam. Mereka melihat nilai jangka panjang ketika orang lain masih pesimis.
  • Pergerakan Harga: Harga cenderung bergerak datar (sideways) atau mulai merangkak naik perlahan. Volume perdagangan masih rendah.

13.1.6.2 Fase Partisipasi Publik (Public Participation Phase)

Ini adalah fase terpanjang dan terkuat dari sebuah tren naik.

  • Kondisi: Kondisi bisnis dan ekonomi mulai membaik, berita-berita positif mulai bermunculan. Tren naik kini menjadi jelas dan dikenali oleh lebih banyak orang.
  • Pelaku Pasar: Analis teknikal dan investor publik mulai ikut membeli secara masif. Kepercayaan diri pasar meningkat tajam.
  • Pergerakan Harga: Harga mengalami kenaikan yang paling signifikan dan cepat. Ini adalah fase di mana keuntungan terbesar biasanya didapatkan.

13.1.6.3 Fase Distribusi (Distribution Phase)

Ini adalah fase puncak dan akhir dari sebuah tren naik.

  • Kondisi: Berita ekonomi dan perusahaan terlihat sangat baik, bahkan euforia mulai melanda pasar. Spekulasi meningkat pesat.
  • Pelaku Pasar: Smart money yang telah membeli di fase akumulasi mulai menjual aset mereka secara bertahap kepada publik yang baru masuk karena FOMO (Fear of Missing Out).
  • Pergerakan Harga: Harga masih bisa naik, tetapi pergerakannya menjadi lebih tidak stabil dan volatil. Volume perdagangan sangat tinggi, namun harga kesulitan untuk naik lebih tinggi lagi. Ini adalah sinyal bahwa tren akan segera berakhir dan potensi pembalikan arah menjadi downtrend semakin besar.

Menunjukkan secondary trend dan minor trend yang terkandung di dalam sebuah major trend.

13.2 Fase-Fase dalam Major Trend

Dalam teori Dow, major trend terdiri dari tiga fase penting: akumulasi, partisipasi publik, dan distribusi. Berikut penjelasan masing-masing fase:

13.3 1. Fase Akumulasi

Fase akumulasi adalah tahap di mana pembelian umumnya dilakukan oleh investor yang memiliki analisis paling tajam, termasuk para profesional.

Ciri-ciri fase ini:

  • Pasar biasanya sedang dalam kondisi lemah atau “jelek”.
  • Setiap hari dipenuhi pesimisme dan berita negatif.
  • Investor pemula atau rata-rata cenderung tidak berani membeli.
  • Terjadi panic selling, di mana pelaku pasar dipenuhi rasa takut (fear).

Pada fase ini, tekanan jual mulai mereda, dan harga mulai berbalik naik. Kondisi ini menjadi sinyal awal bagi investor cerdas untuk membeli sebelum pasar mulai membaik.

13.4 2. Fase Partisipasi Publik

Setelah fase akumulasi, harga mulai naik dan menarik minat investor publik.

Ciri-ciri fase ini:

  • Trend follower dan investor publik mulai aktif membeli.
  • Volume transaksi meningkat signifikan.
  • Berita dan sentimen pasar mulai menjadi positif, mendukung kenaikan harga.

Fase ini mencerminkan adopsi lebih luas terhadap tren yang sedang terbentuk, sehingga sering menjadi fase pertumbuhan yang kuat.

13.5 3. Fase Distribusi

Fase distribusi adalah tahap akhir dari major trend, di mana hampir semua pelaku pasar sudah memasuki posisi beli.

Ciri-ciri fase ini:

  • Pasar dipenuhi rasa tamak (greedy); banyak investor menyesal karena membeli terlalu sedikit di awal.
  • Setiap hari muncul berita bullish dan komentar analis yang optimis.
  • Harga saham naik hingga kondisi overbought.
  • Investor profesional dan cerdik mulai menjual saham yang dibeli pada fase akumulasi.

Fase ini menandai puncak tren, sebelum terjadi potensi koreksi atau pembalikan harga.

Memahami ketiga fase ini penting bagi investor untuk menyesuaikan strategi masuk dan keluar pasar. Investor yang cerdas membeli di fase akumulasi, mengikuti tren di fase partisipasi publik, dan bersiap menjual di fase distribusi.

Ong, Edianto. 2016. TECHNICAL ANALYSIS for Mega Profits. 1st ed. Jakarta, Indonesia: Gramedia Pustaka Utama.